PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2010
TENTANG
PENANGANAN
ANCAMAN KIMIA, BIOLOGI,
DAN RADIOAKTIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa perkembangan teknologi yang semakin pesat,
menimbulkan modus kejahatan baru yang berkadar tinggi salah satunya melalui
ancaman dengan memanfaatkan bahan kimia, biologi, dan radioaktif yang dapat mengakibatkan
kerugian korban jiwa dan harta dalam jumlah besar;
b.
bahwa
sebagai alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui fungsi Brimob
memerlukan satuan yang
memiliki kemampuan dan keahlian yang profesional untuk menangani kejahatan
berkadar tinggi yang menggunakan bahan kimia, biologi, dan radioaktif;
c.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang Penanganan Ancaman Kimia, Biologi, dan Radioaktif;
|
Mengingat
|
:
|
1.
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4168);
2.
Keputusan
Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
|
MEMUTUSKAN:
|
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENANGANAN
ANCAMAN KIMIA, BIOLOGI, DAN RADIOAKTIF.
|
BAB I .....
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya di
singkat Polri adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.
Kimia adalah bahan
kimia berbahaya berupa uap, aerosol, cairan, racun toksik, pelepuh kulit
atau yang melumpuhkan,
termasuk
juga bahan kimia dalam industri, yang dapat menyebabkan
kematian, cacat, atau bahaya permanen pada manusia dan
makhluk hidup lainnya.
3.
Biologi adalah mikro organisme hidup atau bahan yang
diambil dari organisme hidup berupa racun biologis, tetesan cairan,
aerosol, atau serbuk kering yang dapat merusak dan/atau menyebabkan penyakit bagi
manusia atau mahkluk hidup lainnya.
4.
Radioaktif adalah partikel-partikel alfa, beta, sinar gama
maupun sinar neutron berenergi tinggi yang dipancarkan oleh atom dalam proses
pembusukan/peluruhan radioaktif yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia
dan makhluk hidup lainnya.
5.
Kimia, Biologi, dan Radioaktif yang selanjutnya disingkat
KBR adalah
bahan yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan atau mengakibatkan
kematian, bila terkena atau digunakan pada manusia dan mahkluk hidup lain.
6.
Kontaminasi adalah pencemaran dan/atau penyerapan
racun kimia, biologi atau radiasi pada orang, benda, dan tempat.
7.
Dekontaminasi adalah penghilangan dan/atau penetralan
kontaminasi kimia, biologi atau radisasi dari orang, benda, dan tempat.
8.
Rangkaian KBR adalah benda yang dimuati
dengan zat berbahaya kimia, biologi, dan/atau radioaktif yang apabila tersebar
dapat menimbulkan efek kontaminasi atau radiasi.
9.
Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP
adalah suatu tempat terjadinya tindak
pidana atau kecelakaan yang diakibatkan oleh bahan rangkaian KBR.
10.
Unit KBR adalah satuan kekuatan yang dimiliki oleh
detasemen satuan Brimob Polri yang bertugas menangani ancaman KBR.
11.
Manajer TKP adalah Kasat serse atau pejabat yang ditunjuk
oleh Kasatwil.
Pasal 2
Tujuan dari peraturan ini yaitu menyamakan
persepsi dan cara bertindak bagi unit KBR, agar pelaksanaan tugasnya berjalan
dengan aman, baik, dan lancar.
Pasal 3
Prinsip-prinsip dalam peraturan ini:
a.
legalitas, yaitu penanganan ancaman KBR dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
profesional, yaitu penanganan ancaman KBR dilakukan
sesuai dengan keahlian, kemampuan, dan keterampilan yang dibutuhkan;
c.
proporsional,
yaitu penanganan ancaman KBR dilakukan sesuai dengan kadar ancaman yang dihadapi;
d.
nesesitas,
yaitu penanganan ancaman KBR dilakukan berdasarkan pertimbangan yang cermat dan layak sesuai
dengan situasi dan kondisi dihadapi di lapangan; dan
e.
akuntabilitas,
yaitu penanganan ancaman KBR dilakukan sesuai dengan prosedur dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB II
ZONA DAN
PROTEKSI
Bagian Kesatu
Zona
Pasal
4
Zona dalam penanganan ancaman KBR
terbagi atas:
a.
zona dingin;
b.
zona hangat; dan
c.
zona panas.
Pasal 5
(1)
Zona dingin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan
daerah di luar zona hangat yang digunakan sebagai:
a.
daerah pengumpulan korban bagi yang telah
didekontaminasi;
b.
daerah tempat pos kendali
taktis (posdaltis) unit KBR; dan
c.
tempat istirahat bagi personel unit KBR.
(2)
Zona dingin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada
daerah pinggiran luar zona hangat, menentukan parameter luar TKP dan harus
diamankan oleh petugas dari orang yang tidak berwenang.
Pasal 6
(1) Zona hangat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
merupakan daerah di luar zona panas yang tidak terkontaminasi oleh KBR dan
digunakan sebagai tempat penanganan dekontaminasi.
(2)
Zona hangat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
di daerah yang tidak terkena angin dari zona panas dan berlawanan dengan arah angin.
Pasal 7
(1)
Zona panas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
merupakan daerah terjadinya darurat atau kontaminasi dengan bahan KBR.
(2)
Zona panas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
dimasuki oleh unit KBR yang telah dilengkapi dengan peralatan khusus KBR dan
membutuhkan penanganan dekontaminasi, bila keluar dari zona panas ke zona
hangat.
Bagian Kedua
Proteksi
Pasal 8
Proteksi dalam penanganan ancaman KBR terdiri dari:
a.
level A;
b.
level B; dan
c.
level C.
Pasal 9
(1)
Proteksi level A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a digunakan untuk perlindungan paling aman terhadap kulit dan pernapasan.
(2)
Proteksi level A sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a.
alat bantu pernapasan tersendiri,
b.
sarung tangan bagian dalam dan luar tahan bahan kimia;
dan
c.
sepatu laras tahan bahan kimia dengan tumit dan tulang
kering dari besi.
(3)
Proteksi level A sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan pada saat memasuki zona panas.
Pasal 10
(1)
Proteksi level B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b digunakan untuk:
a.
perlindungan paling aman terhadap pernapasan dan tidak
begitu aman terhadap kulit; dan
b.
perlindungan dari racun kimia yang belum
diidentifikasi benar yang tidak menyebabkan bahaya kulit.
.
(2)
Proteksi level B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
pakaian tahan kimia bertutup kepala;
b.
alat pernapasan tersendiri bertekanan penuh positif
dengan penutup muka;
c.
sarung tangan bagian dalam dan luar tahan kimia; dan
d.
sepatu laras tahan kimia dengan tumit dan tulang
kering dari besi.
(3)
Proteksi level B sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan pada saat memasuki zona hangat.
Pasal 11
(1)
Proteksi level C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf c digunakan apabila terdapat racun kimia yang tidak terdapat semburan
cairan atau kontak langsung yang membahayakan kulit.
(2)
Proteksi level C sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a.
pakaian bertutup kepala yang tahan kimia;
b.
filter penyaring udara untuk pernapasan sepenuh
muka atau setengah muka;
c.
sarung tangan bagian dalam dan luar tahan kimia; dan
d.
sepatu laras tahan kimia.
(3)
Proteksi level C sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan pada saat memasuki zona dingin.
BAB III
UNIT KBR
Pasal 12
(1)
Unit KBR merupakan unit yang berkedudukan di bawah
Detasemen Satuan Brimob Polri di tingkat pusat maupun daerah.
(2)
Unit KBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan
15 (lima belas) orang yang terdiri dari:
a.
kepala unit (Kanit) : 1 orang;
b.
petugas
safety : 1 orang;
c.
spesialis
teknis : 1 orang;
d.
tim
entri : 4 orang;
e.
petugas
akses kontrol : 2 orang;
f.
tim
dekontaminasi : 4 orang;
g.
petugas
logistik : 1 orang; dan
h.
petugas
medis : 1 orang.
Pasal 13
Kanit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a bertugas:
a.
memimpin penanganan ancaman KBR;
b.
bertanggung jawab menentukan zona ancaman dan pilihan
cara bertindak dengan mempertimbangkan situasi lingkungan, ancaman, dan resiko
yang dihadapi;
c.
mengidentifikasikan permasalahan di lapangan dan
identifikasi kebutuhan akan sistem pengelolaan kejadian;
d.
berkoordinasi dengan Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) dan
petugas instansi lain di lapangan dalam penanganan ancaman KBR;
e.
memberikan penjelasan
mengenai prosedur tindakan dan cara bertindak dalam menangani ancaman KBR kepada anggota unit
KBR dan manajer TKP berdasarkan informasi yang terdapat di TKP baik dari Kasatwil
atau sumber informasi lainnya; dan
f.
membuat laporan hasil
pelaksanaan tugas yang ditujukan kepada Kepala Detasemen Brimob Polri.
Pasal 14
Petugas safety sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2) huruf b bertugas menentukan keamanan perlengkapan atau peralatan
yang digunakan oleh unit KBR serta keadaan dari seluruh peralatan KBR.
Pasal
15
Spesialis teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c bertugas:
a.
menyediakan informasi teknis dan membantu identifikasi
grup bahan-bahan berbahaya dengan menggunakan beragam referensi sumber daya
seperti internet atau literatur;
b.
menyediakan identifikasi produk dengan menggunakan uji
pemilihan bahan berbahaya atau cara lain mengenali bahan yang tidak diketahui; dan
c.
menentukan perlengkapan pakaian dan alat deteksi yang
akan digunakan oleh unit KBR.
Pasal 16
(1)
Tim entri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
huruf d merupakan tim yang pertama kali memasuki TKP atau zona panas dengan
menggunakan pakaian proteksi level A dan membawa perlengkapan untuk mendeteksi
adanya bahan KBR.
(2)
Tim entri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a.
melaporkan kepada Kanit KBR apa yang dilihat, didengar,
dan dirasakan secara periodik setiap 15 (lima belas) menit;
b.
mengidentifikasi korban apakah meninggal, luka berat,
atau luka ringan serta memberikan
pertolongan kepada korban yang bisa berjalan;
c.
membuat sketsa/gambar dan mendokumentasikan TKP;
d.
menemukan barang bukti lalu merespon dan mengambil
tindakan pemindahan benda atau serpihan untuk diamankan;
e.
menstabilkan atau mengendalikan bahan KBR; dan
f.
mendokumentasikan setiap penemuan dan tindakan yang
digunakan dalam meminimalisir gangguan atau dampak pada area dan orang akibat
bahan KBR.
Pasal 17
(1)
Petugas
akses kontrol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf e bertugas:
a.
mengatur organisasi unit dan menentukan posdaltis
berdasarkan situasi dan kondisi TKP;
b.
memastikan penyebaran pencemaran (contaminant) tetap terkendali di daerah TKP; dan
c.
melakukan koordinasi dengan tim dekontaminasi dan melaporkan
kepada Kanit mengenai bahan-bahan KBR yang ditemukan;
(2)
Petugas
akses kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
atas pengendalian pergerakan orang dan peralatan di sepanjang zona hangat dan
panas.
Pasal 18
(1)
Tim
dekontaminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf f bertugas:
a.
menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk proses
dekontaminasi;
b.
melepaskan atau menetralisasi bahan KBR dari
korban, tim entri, dan peralatan yang keluar dari zona panas ke zona hangat,
serta dari zona hangat ke zona dingin;
dan
c.
melakukan koordinasi dengan petugas akses kontrol.
(2)
Tim
dekontaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
atas semua kegiatan yang berlangsung di zona hangat dan melaporkan langsung
kepada Kanit KBR.
Pasal 19
Petugas logistik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) huruf g bertanggung jawab atas semua peralatan dan perlengkapan
yang digunakan oleh Unit KBR.
Pasal 20
Tim medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf h bertugas:
a.
mengecek
kesehatan dari semua Unit KBR baik sebelum masuk atau sesudah keluar dari zona
panas; dan
b.
menolong
Unit KBR, bila membutuhkan bantuan kesehatan dan melaporkan langsung kejadian
kepada Kanit KBR.
BAB IV
PROSEDUR PENANGANAN ANCAMAN KBR
Pasal 21
Prosedur
penanganan ancaman KBR dilakukan melalui tahap:
a.
persiapan;
b.
pelaksanaan; dan
c.
konsolidasi.
Pasal 22
Persiapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf a dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
a.
setelah menerima laporan dari perwira siaga dan
mendapat surat perintah tugas, Kanit KBR segera mempersiapkan dan mengecek:
1.
kelengkapan personel;
2.
peralatan yang harus dibawa;
3.
kendaraan taktis (rantis) yang akan digunakan; dan
4.
kelengkapan administrasi berupa surat perintah dan
blanko berita acara serah terima;
b.
Kanit KBR melaksanakan Acara Pengarahan Pimpinan (APP)
yang membahas:
1.
kegiatan dan cara bertindak yang akan dilaksanakan;
2.
rute yang ditempuh; dan
3.
TKP yang dituju;
c.
melaporkan kepada perwira siaga bahwa unit KBR siap
berangkat menuju TKP.
Pasal 23
Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf b meliputi penanganan terhadap:
a.
TKP
temuan rangkaian KBR; dan
b.
kecelakaan
bahan KBR.
Pasal 24
Prosedur
penanganan TKP temuan rangkaian KBR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a
sebagai berikut:
a.
setelah
tiba di TKP, Kanit KBR menempatkan rantis pada kedudukan yang membelakangi arah
angin untuk menghindari gas yang terhembus dari rangkaian KBR dan untuk
mengendalikan kegiatan, keamanan personel, dan posdaltis;
b.
Kanit
KBR didampingi tim entri melakukan koordinasi dengan manajer TKP guna
memperoleh informasi lengkap dari saksi mengenai temuan rangkaian KBR yang
meliputi:
1.
bentuk,
ukuran, warna, dan ciri-ciri khusus barang yang diduga sebagai rangkaian KBR;
2.
letak
posisi barang dengan menggambarkan denah lokasi dan bentuk barang;
3.
siapa,
apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana menemukan barang; dan
4.
keterangan
saksi yang menerima ancaman mengenai siapa, bentuk, dan intensitas ancamannya;
c.
setelah memperoleh cukup data/informasi mengenai situasi
yang dihadapi, Kanit KBR bersama tim entri, menentukan cara bertindak dan
alternatif tindakan dengan mempertimbangkan bahaya yang dihadapi dan peralatan
yang tersedia;
d.
tim entri mengutamakan tindakan penanganan dengan
menggunakan robot
dan x-ray untuk mendeteksi
objek yang diduga sebagai rangkaian KBR;
e.
tim entri melaksanakan proses penanganan sesuai dengan
jenis dan kriteria rangkaian KBR yang ditemukan berdasarkan hasil analisis foto
x-ray;
f.
melakukan pencarian/pemeriksaan ulang pada tempat-tempat
lain yang dimungkinkan adanya rangkaian KBR berikutnya (secondary device); dan
g.
apabila tidak ditemukan lagi rangkaian KBR berikutnya di
TKP, Kanit KBR melaporkan bahwa lokasi telah aman dan steril serta menyerahkan
kembali lokasi kepada manajer TKP.
Pasal 25
Jenis dan kriteria rangkaian KBR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e meliputi rangkaian yang mengandung:
a.
bahan radioaktif;
dan
b.
bahan kimia atau biologi.
Pasal 26
Penanganan rangkaian
yang mengandung bahan radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a
sebagai berikut:
a.
menggunakan robot dan hook
and line untuk mengangkat dan mengevakuasi bahan radioaktif ke dalam
kontainer anti radiasi, bila tidak memungkinkan menggunakan sistem semi remote;
b.
memakai pakaian anti radiasi dan
memperhatikan jarak aman antara tim entri dan bahan radioaktif;
c.
rantis harus mempunyai tameng dan kotak anti radiasi
dari baja berlapis timah hitam sebagai pelindung personel unit KBR;
d.
rantis bergerak secara perlahan mendekati bahan
radioaktif sampai terdeteksi paparan
radiasi yang diukur dari belakang perlindungan yaitu sebesar 1 micro sivert
(nilai aman paparan radiasi untuk tubuh manusia);
e.
personel unit KBR berjalan di belakang rantis yang
bergerak secara perlahan sambil berlindung di belakang tameng anti radiasi;
f.
personel menyiapkan tongkat penjepit (stick manipulator) yang terbuat
dari bahan non logam untuk mengangkat dan memindahkan bahan radioaktif;
g.
memasangkan masker kepada sandera untuk mengantisipasi
bila rangkaian dikalungkan pada tubuh sandera dan untuk mengantisipasi terjadi
kebocoran rangkaian KBR;
h.
personel unit KBR harus memindahkan bahan radioaktif
ke dalam kotak anti radiasi secepat mungkin secara bergantian;
i.
masing masing personel hanya boleh berada di dekat
bahan radioaktif paling lama selama 10 (sepuluh) detik;
j.
setelah 10 (sepuluh) detik, meletakkan tongkat
penjepit dan bahan radioaktif tersebut kemudian berlari menuju rantis dan
segera digantikan oleh personel yang lain, sampai bahan radioaktif dimasukkan
ke dalam kotak anti radiasi dan ditutup rapat; dan
k.
mendeteksi kembali bagian luar kotak anti radiasi
apakah radiasi masih bisa menembus kotak anti radiasi atau tidak.
Pasal 27
Penanganan rangkaian
yang mengandung bahan kimia atau biologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b sebagai berikut:
a.
penanganan
dilakukan dengan manual untuk rangkaian KBR yang tidak memiliki kontainer atau
kemasan dan bisa melihat secara kasat mata elemen-elemennya;
b.
apabila
rangkaian KBR berada di dalam kontainer atau kemasan, diyakinkan isinya dengan
alat x-ray;
c.
memasangkan masker kepada sandera untuk mengantisipasi
apabila rangkaian dikalungkan pada tubuh sandera dan untuk mengantisipasi
terjadi kebocoran rangkaian KBR;
d.
tim
entri mengenakan pakaian proteksi level A memasukkan kemasan bahan kimia atau
biologi tersebut ke dalam wadah khusus dan ditutup rapat serta dipindahkan ke
tempat yang aman.
Pasal 28
Prosedur
penanganan kecelakaan bahan KBR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b
sebagai berikut:
a.
setelah tiba di TKP, Kanit KBR segera melakukan
koordinasi dengan Kasatwil atau manajer TKP dan mengumpulkan data-data atau
informasi umum mengenai detail kejadian;
b.
Kanit KBR memperhatikan keamanan disekitar area kejadian,
mewaspadai akan adanya tindakan perlawanan terhadap Unit KBR, serta diperlukan evaluasi
dan implementasi tindakan perlindungan pribadi;
c.
Kanit KBR mempersiapkan rute yang akan dilalui oleh unit
KBR, dengan memperhatikan arah angin dibelakang posdaltis;
d.
Kanit KBR mendirikan posdaltis di zona dingin serta
memperhatikan arah angin dan keamanan dari posdaltis;
e.
Kanit KBR mengidentifikasi dan menunjuk area persiapan
untuk kesatuan atau instansi lain (pemadam kebakaran, petugas medis darurat,
Bapeten, Batan, PLN) yang akan datang membantu;
f.
Kanit KBR mencari indikator fisik dan pertanda bahaya KBR di
lingkungan sekitarnya dan melihat tanda atau gejala terkenanya bahan KBR pada
korban seperti pelepuhan kulit, iritasi, kejang-kejang, dan kesulitan bernafas;
g.
mengidentifikasi lingkungan yang rusak atau
terkontaminasi seperti keterbukaan terhadap arah angin, keterbukaan terhadap
lingkungan, tingkat kepadatan penduduk di daerah tersebut serta memonitor
keterbukaan arah angin dan ramalan cuaca;
h.
tim entri mempersiapkan diri untuk masuk ke zona panas
dengan terlebih dahulu diperiksa kesehatannya oleh petugas medis;
i.
tim entri memastikan atau mendeteksi bahan KBR
pada tempat kejadian, dan mengurangi/memperlambat penyebaran bahan KBR dengan
cara mengambil sisa pecahan bahan KBR lalu menyimpan pada tempatnya, menutup
atau menyumbat aliran bahan KBR yang akan keluar, sehingga memperluas area
terkontaminasi;
j.
pada waktu tim entri masuk dan melakukan tugasnya, tim
dekontaminasi mempersiapkan dan memasang peralatan, perlengkapan dekontaminasi, pakaian
proteksi level B, dan pakaian proteksi level C;
k.
menentukan jalur yang akan dilewati oleh personel yang
akan didekontaminasi dan menyiapkan 3
(tiga) bak dekontaminasi dan bak penampung air hasil dekontaminasi;
l.
membawa perlengkapan dekontaminasi seperti penyemprot
air, sikat air sabun, bak tempat sampah, terpal dekontaminasi, dan kursi;
m.
melakukan teknik dekontaminasi sesuai dengan kebutuhan
dari kejadian perkara atau kasus yang terjadi;
n.
tim entri yang keluar dari zona panas masuk ke bak
dekontaminasi, lalu seluruh pakaian didekontaminasi dengan cara menyirami tubuh
tersebut dengan air dari bagian atas (kepala) sampai kebagian bawah tubuh
(kaki) secara merata, lalu menyikat dengan air sabun merata keseluruh pakaian
tim entri dan begitu seterusnya hingga tiga bak dekontaminasi terlewati;
o.
peralatan atau perlengkapan yang dibawah masuk oleh
tim entri ke zona panas, tetap didekontaminasi setelah keluar dari zona panas;
p.
korban yang dibawa keluar dari zona panas oleh tim
entri dilakukan juga langkah dekontaminasi, dengan cara membuang pakaian yang dikenakan
korban lalu menganti dengan pakaian yang disediakan, serta menyemprot tubuh
korban dengan air;
q.
setelah tim entri, peralatan, dan korban
didekontaminasi, dilakukan tindakan pengecekan ulang dengan menggunakan alat
deteksi, untuk memastikan apakah bahan KBR benar-benar bersih dari tubuh atau
peralatan yang didekontaminasi tadi;
r.
setelah dilaksanakannya pendekontaminasian terhadap
segala sesuatu yang keluar dari zona panas ke zona hangat, seluruh tim
dekontaminasi melaksanakan dekontaminasi diri sendiri secara bergantian, dan
memastikan tidak ada bahan KBR pada tubuh dengan melakukan deteksi menggunakan
alat deteksi KBR;
dan
s.
air hasil dekontaminasi yang ada di dalam kolam dekontaminasi
harus dimasukkan ke dalam drum yang telah disediakan untuk dimusnahkan.
Pasal 29
Teknik dekontaminasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 huruf m dilakukan dengan cara:
a.
pelarutan;
b.
penyerapan;
c.
degradasi kimia; dan
d.
isolasi dan pemusnahan.
Pasal 30
(1)
Teknik pelarutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
huruf a dilakukan dengan cara menyebarkan pencemar (contaminant) ke dalam suatu larutan dengan menggunakan air sebagai
bahan pelarut.
(2)
Teknik pelarutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengurangi konsentrasi unsur kimia namun tidak merusak pakaian.
Pasal 31
(1)
Teknik penyerapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
huruf b dilakukan dengan menggunakan bahan/materi (pasir atau tanah) untuk
menyerap bahaya cairan yang ada kemudian bahan kimia diserap ke dalam
bahan/materi kering untuk mempertahankan
sifat kimia aslinya.
(2)
Teknik penyerapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
digunakan untuk mencegah meluasnya kebocoran/tumpahan.
Pasal 32
(1)
Teknik degradasi kimia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf c dilakukan dengan mengubah struktur bahan kimia tersebut
menjadi lebih netral menggunakan bahan peluruh.
(2)
Teknik degradasi kimia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan untuk dekontaminasi peralatan bukan untuk dekontaminasi orang.
Pasal 33
(1)
Teknik isolasi dan pemusnahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 huruf d dilakukan dengan menyingkirkan bahan berbahaya dan
membatasi keterbukaan terhadap publik dan personel unit KBR.
(2)
Teknik isolasi dan pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup penyerapan dan pembungkusan materi di TKP kemudian
diangkut ke fasilitas pemusnahan.
Pasal 34
Konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut:
a.
Kanit KBR memimpin anggotanya untuk membersihkan dan
merapikan peralatan yang digunakan dan
memeriksa kelengkapannya;
b.
Kanit KBR memeriksa personel dan peralatan untuk
memastikan kelengkapannya;
c.
Kanit KBR memberikan analisis dan evaluasi atas hasil
pelaksanaan kegiatan serta memberikan koreksi dan arahan untuk tugas
selanjutnya;
d.
setibanya
di Kesatuan, Kanit KBR melaporkan kepada perwira siaga dengan menyerahkan
salinan blanko serah terima tugas;
e.
apabila
terjadi sesuatu terhadap personel dan peralatan yang digunakan segera membuat
laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban.
BAB
V
LARANGAN
DAN KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu
Larangan
Pasal
35
(1)
Dalam
pelaksanaan penanganan ancaman KBR, personel unit KBR dilarang:
a.
membawa barang bukti atau melakukan tindakan disposal bahan atau rangkaian KBR;
b.
menyentuh langsung obyek ancaman
KBR (hands on action) yang belum
dilumpuhkan atau yang belum diketahui pasti mekanisme penanganannya;
c.
membuka, mengangkat, atau memindahkan obyek yang diduga
sebagai bahan atau
rangkaian
KBR sebelum diketahui pasti komposisi dan mekanisme kerjanya melalui hasil
foto x-ray;
d.
menerima intervensi, tekanan, atau perintah dari pihak
lain di luar unit KBR pada saat melaksanakan penanganan ancaman KBR;
dan
e.
melakukan tindakan lain di luar prosedur penanganan
KBR.
(2)
Disposal
bahan atau rangkaian KBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
oleh instansi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 36
Dalam pelaksanaan
penanganan ancaman KBR, personel unit KBR diwajibkan:
a.
mengikuti
prosedur penanganan KBR;
b.
menggunakan pakaian proteksi level A setiap kali
mendekati obyek ancaman KBR;
c.
menggunakan pakaian proteksi level C pada saat
melakukan pencarian/deteksi obyek ancaman KBR;
d.
mengutamakan penggunaan peralatan yang memungkinkan
penanganan ancaman KBR dari jarak aman baik dengan remote action maupun semi remote action;
e.
mendirikan posdaltis ditempat yang strategis dan aman
dari jangkauan bahaya bahan KBR;
f.
memperhatikan kapasitas oksigen yang akan digunakan dan
resiko bahaya lainnya yang mungkin terjadi di TKP pada saat penanganan ancaman KBR;
g.
memperhatikan pemeliharaan, kebersihan, dan
sterilisasi perlengkapan pernafasan yang akan digunakan;
h.
mengeliminir banyaknya korban, sehingga penanganan dalam
jarak relatif dekat dilakukan oleh 1 (satu) orang sebagai entri;
i.
mewaspadai kemungkinan adanya lebih dari satu ancaman KBR
yang ditempatkan di TKP oleh pelaku sehingga harus dilakukan pencarian ulang
pada radius 30 (tiga puluh) sampai 50 (lima puluh) meter dari obyek ancaman KBR
pertama ditemukan;
j.
melakukan penanganan secara serentak dan bersamaan,bila
menangani lebih dari satu ancaman KBR pada suatu lokasi dan apabila tidak memungkinkan, penanganan
dimulai dari obyek yang menimbulkan bahaya yang paling besar yang urutannya
ditentukan oleh kanit KBR berdasarkan saran pertimbangan dari tim entri;
k.
memperhitungkan bahaya sekunder yang dapat timbul apabila
terjadi ledakan, khususnya terhadap kontaminasi bahan KBR yang tertiup
angin atau menyebar melalui udara serta bahaya radiasi;
l.
melakukan
pemotretan dan mendokumentasi setiap barang bukti yang telah ditemukan
di TKP;
m.
berkoordinasi dengan teknisi ahli dari instansi lain
apabila ancaman KBR berpotensi menimbulkan bahaya sekunder antara lain terhadap
instalasi militer, gudang munisi, pompa bensin, tangki, atau pipa gas; dan
n.
melaporkan setiap perkembangan penanganan kepada Kasatwil
agar dapat diambil langkah yang diperlukan.
BAB VI
PENGENDALIAN
Pasal 37
(1)
Pengendalian
dilakukan oleh:
a.
Kapolri u.p. Kepala
Korp Brimob Polri untuk tingkat Pusat/Mabes Polri; dan
b.
Kapolda u.p. Kepala
Satuan Brimob daerah untuk tingkat kewilayahan/Polda.
(2)
Pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
pengerahan
unit KBR; dan
b.
penyiapan
personel, perlengkapan, dan peralatan unit KBR.
Pasal 38
(1)
Pengerahan unit KBR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan permintaan dari
Kasatwil.
(2)
Pengerahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a.
Kakorbrimob Polri u.p.
Kasat I Gegana pada tingkat pusat; dan
b.
Kapolda u.p. Kasat
Brimob Daerah pada tingkat daerah.
Pasal 39
Penyiapan personel, perlengkapan, dan
peralatan unit KBR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b
dilakukan oleh Kanit KBR disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang akan
dihadapi.
BAB VII
STANDARDISASI PERSONEL DAN PERALATAN
Bagian Kesatu
Standardisasi Personel
Pasal 40
Personel yang ditugaskan pada unit
KBR harus memenuhi standardisasi sebagai berikut:
a.
anggota Brimob Polri;
b.
memiliki kemampuan pengetahuan KBR; dan
c.
aktif berdinas di satuan unit KBR.
Pasal 41
Kemampuan pengetahuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 huruf b antara lain mengenai:
a.
bahan
peledak;
b.
bom;
c.
switching;
d.
teknik dan taktik penjinakan bom;
e.
prosedur
penjinakan bom;
f.
tindakan
pertama TKP teror bom;
g.
bahan KBR;
h.
prosedur penjinakan bom atau rangkaian KBR;
i.
peralatan
khusus KBR;
j.
teknik dan taktik dasar sterilisasi;
k.
dasar penjinakan bom;
l.
teknik dan taktik penanganan rangkaian KBR;
m.
teknik dan taktik dekontaminasi;
n.
teknik dan taktik penanganan kasus rangkaian KBR;
o.
pemeliharaan
dan perawatan alat khusus KBR;
p.
dasar medis dan kesehatan lapangan;
q.
penelitian dan pengembangan KBR;
r.
penelitian dan pengembangan teknik dan taktik penanganan
rangkaian KBR;
s.
penelitian dan pengembangan teknik dan taktik
pemusnahan bahan KBR; dan
t.
penelitian dan pengembangan peralatan khusus KBR.
Pasal 42
Personel yang memenuhi standar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 wajib memperoleh asuransi selama bertugas
aktif di unit KBR.
Bagian Kedua
Standardisasi Peralatan
Pasal 43
Standardisasi peralatan unit KBR
meliputi peralatan:
a.
perorangan; dan
b.
unit.
Pasal
44
Peralatan perorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf a merupakan peralatan yang digunakan oleh tim entri di
dalam melaksanakan tugas khusus penanganan bahan atau rangkaian KBR dengan
menggunakan sistem manual (hand-entri).
Pasal 45
(1)
Peralatan
unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b peralatan yang
digunakan oleh unit KBR dalam melaksanakan tugas penanganan bahan atau rangkaian KBR dan
tugas-tugas lainnya yang berhubungan dengan ancaman KBR.
(2)
Peralatan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari alat khusus:
a.
deteksi;
b.
proteksi;
c.
dekontaminasi; dan
d.
pendukung.
Pasal 46
Standardisasi peralatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan
peraturan ini.
BAB VIII
ADMINISTRASI
Pasal 47
Setiap
permintaan bantuan unit KBR harus dicatat dalam buku mutasi piket satuan dan
penugasannya berdasarkan surat perintah dari:
a.
Kasat I Gegana pada tingkat
pusat; dan
b.
Kasat Brimob Daerah
pada tingkat daerah.
Pasal 48
Penyerahan obyek
dan barang bukti yang ditemukan di TKP dari Kanit KBR kepada penyidik satuan
kewilayahan Polri setempat harus disertai dengan berita acara.
Pasal 49
(1)
Kanit KBR membuat laporan tertulis hasil penanganan ancaman KBR
yang telah dilakukan, dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
setelah sampai kembali di kesatuan.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.
uraian singkat kejadian;
b.
urutan tindakan yang dilakukan;
c.
hasil yang dicapai; dan
d.
keterangan tambahan yang bernilai taktis dan
teknis.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.